Jumat, 28 Desember 2012

Katanya...

Kata mereka rokok akan membunuh seseorang secara perlahan hingga akhirnya mati. Kata mereka rokok itu berbahaya. Kata mereka lagi jangan merokok disembarang tempat, itu akan sangat mengganggu banyak orang. Tapi, apa mereka pernah berkata kalau rokok juga menjadi urat nadi hidupnya buruh-buruh tembakau. Tentu tidak bukan. Ini klise. Dilain pihak 1 batang rokok katanya bisa membunuh 1 orang, tapi pada kenyataannya 1 batang rokok malah menjadi nyawa buat para buruh.

Senin, 22 Oktober 2012

TATTO !!

   Pandangan ataupun persepsi orang-orang mengenai "hal-hal" yang sudah terlanjur di doktrin ke otak mereka terkadang sulit untuk diubah. Mereka selalu menganggap itu adalah salah dan ini lah yang bener, itu jahat dan ini lah yang baik, selalu dan selalu begitu. Sulit untuk mengubah persepsi-persepsi yang sudah terlanjur terekam diotak, salah satunya mengenai "tatto". Orang-orang selalu beranggapan bahwa orang yang mentatto tubuhnya adalah preman-preman pasar yang berwajah sanggar ataupun orang yang terlihat jahat bahkan orang-orang yang kurang kerjaan sehingga menghiasi tubuh mereka dengan gambar atau tulisan yang abadi. Ini lah yang terjadi di masyarakat kita hingga sekarang, pandangan-pandangan sinis dari mata masyarakat selalu bermuara kepada orang-orang yang bisa dibilang mengekspresikan kreativitas mereka lewat tatto.
   Terlepas dari ajaran salah satu agama yang tak membolehkan umatnya mentatto tubuh mereka, atau sekedar mempertanyakan sebegitu kreatifnya kah mereka hingga menjadikan tubuhkan sebagai media untuk mengekspresikan diri. Disini aku hanya sekedar ingin mengingatkan bahwa sebenarnya tatto juga salah satu kebudayaan Bangsa Indonesia yang sepertinya sudah dilupakan. 
   Dahulu orang-orang disetiap suku Dayak di Kalimantan akan mentatto tubuh mereka. Tatto-tatto tersebut akan melambangkan kelas sosial di suku mereka dan juga sebagai identitas bagi mereka. Tatto sendiri seperti kewajiban bagi mereka, karna yang memiliki tatto berarti memiliki "ilmu" yang tinggi. Tatto yang sangat terkenal adalah Tatto Bunga Terung yang biasanya diletakkan di pundak kiri dan kanan.
   Namun seiring berjalannya waktu, tepatnya sebelum Reformasi berlangsung di Indonesia ketika Orde Baru masih bergejolak. Masyarakat pun mulai terdoktrin oleh Sang Penguasa. Pemerintah pada jaman itu mulai kehilangan cara untuk mengatasi "preman-preman pasar" yang meresahkan. Aku sebenarnya tak pernah menuduh pemerintah yang menjadi dalang utamanya. Namun, kenyataan yang menjawab bahwa telah ditemukan orang-orang yang memiliki banyak tatto di tubuh mereka tewas di selokan-selokan pasar. Dan pemerintah pun seolah memberi sangsi sosial kepada mereka. Dan masyarakat pun akhirnya mulai terdoktrin hingga orang-orang di Suku Dayak lah yang paling terkena imbas dari sangsi sosial ini.
   Bisa dibayangkan apa yang terjadi pada waktu itu? Sangsi sosial memang terlalu kejam dan imbasnya pun begitu nyata. Di dalam pemerintahan sendiri begitu jelas terlihat, ada larangan bahwa PNS tak dibolehkan memiliki tatto di tubuh mereka. Bagaimama nasib orang-orang suku Dayak kala itu? Apa mereka tak dibolehkan menjadi PNS? Padahal mereka harusnya memiliki hak yang sama di Negera sendiri. Hal itulah yang menyebabkan orang-orang Dayak mulai meninggalkan tatto sebagai identitas mereka. Dari informasi yang aku ketahui, sekarang hanya Kepala suku dan Pemuka Adat saja yang masih tetap menjadikan tatto sebagai identitas suku mereka.
   Disini aku tak pernah menyarankan orang-orang untuk mentatto tubuh mereka sebagai bukti kecintaan terhadap budaya sendiri. Aku juga tak membenarkan tentang tatto itu sendiri sebenarnya. Aku hanya sekedar membagi informasi kepada kalian. Kebebasan berekespresi ada ditangan kalian masing-masing dan Hak Asi kalian sebagai manusia membuat kalian bebas memilih jalan yang memang terbaik menurut kalian asalkan tidak merugikan orang lain.

-DDA
17 Oktober 2012

Sabtu, 22 September 2012

Menunggu

Aku ingin memujamu.
Lebih dari apapun, aku sangat sangat ingin memujamu.
Walau ku tahu, kau mungkin seharusnya tak pantas untuk aku puja.
Halah, persetan sajalah dengan ini semua.
Aku pun duduk manis disini bukannya untuk menunggu mu membalas semua yang pernah aku sebutkan tentang mu.
Angin mungkin akan jadi saksinya, iyaaa.
Dialah yang terlalu setia untuk menjadi temanku dikala lelah menghampiriku kala menunggu mu.
Dia slalu berkata, kenapa aku masih saja setia menunggu mu untuk pulang menemuiku.
Aku hanya bisa tertawa mendengarnya.
Bukannya sederhana, kala sang istri menunggu suaminya pulang setiap hari?
Tapi angin berkata lagi, bahwa dia sudah tak pernah lagi pulang untuk menemuiku.
Aku slalu mencoba menghibur diri ku sendiri saat angin berguman seperti itu kala senja tenggelamnya matahari tlah tiba.
Mungkin kau belum bisa pulang hari ini.
Tapi besok aku akan kembali menunggu mu disini bersama angin.
Hingga kau benar-benar datang membawa sejuta cerita yang akan kau bagi kepada ku.

DDA
-220912

Rabu, 05 September 2012

Angin

Satu hal yang harusnya dipahami. Debu, angin, semuanya menjadi satu kala perputaran mereka bisa lebih santai. Bahkan hanya sekedar untuk menjadi apa yang ditakdirkan Tuhan nya. Melakukan pekerjaan yang wajib mereka lakukan. Menjadi hembusan. Menjadi pelepas dahaga semilir orang-orang yang mencari kesegaran sesaat walaupun tercampur dengan debu. Lalu apalah arti debu jika semilir itu jauh lebih bisa mengobati luka hati orang-orang yang tersakiti, orang yang terluka, orang yang bahagia, dan orang-orang yang menginginkan kebahagiaan.

Datanglah kepadanya, semilir luka ini juga akan terobati. Angin akan membawamu jauh dan jauh menjadi lebih baik lagi pastinya. Biarkan orang-orang seperti mereka mengecammu. Lupakan dan maafkan lah.

Kamu tentunya tak ingin seperti mereka yang hanya bisa menyakiti. Angin akan membuatmu lebih baik. Tenanglah, luka ini hanya goresan kecil yang tak dalam. Hanya butuh waktu sedikit untuk membuatnya normal. Jangan terpaku kepada apa yang mereka inginkan tentang mu dan tentang mereka. Kamu tetap menjadi biasa jika mendengarkan ataupun menutup kuping. Tapi kamu akan menjadi bahagia jika kamu menyemilirkan hati-hati mereka seperti angin.

Kamis, 16 Agustus 2012

Dirgahayu Indonesia ku

Izinkan aku bernostalgia dengan sepucuk kertas masa lalu tentang pengorbanan.
Izinkan aku untuk sesaat termenung mengenang tentang kerja keras.
Lalu izinkan aku untuk selamanya mengerti tentang arti menghargai dan bertrima kasih.

Masih sama, hari pun 17 Agustus sama seperti tahun kemarin dan kemarinnya. Tapi jelas tak sama saat 67 tahun yang lalu saat Bung Karno mendeklasikan kemerdekaan Indonesia.
Apa yang membuatnya berbeda?
Aku. Jelas aku yang slalu membuatnya tak sama. Karna aku tak bisa merasakan pengorban para pejuang yang mati-matian berjuang untuk masa depan yang ada aku didalamnya.
Sebait kata terima kasih pun mungkin tak cukup. Hanya dengan memperbaiki Bangsa ini agar menjadi lebih baik pasti akan membuat para pejuang tersenyum "disana".

Dirgahayu Indonesia ku. Semoga kita benar-benar terlepas dari bentuk penjajahan apapun.

17 Agustus 2012

Senin, 13 Agustus 2012

Amnesia sesaat

Ini dimana? Ini tempat apa? Aku siapa? Lalu mereka siapa? Aku tak bisa mengingatnya.

Kenapa tempat ini begitu asing untuk ku. Keramaian dan kepadatan ini membuat mata ku seperti menolak untuk melihatnya. Tempat seperti apa ini? Kenapa seolah-olah tak ada sedikit pun ruang untuk ku? Lalu mereka siapa? Kenapa pembicaraan mereka terdengar asing di telinga ku. Dan tak ada seorang pun yang bisa membuat ku mengerti mengenai pembicaraan mereka.

Dan, aku ini siapa? Apa mereka mengenal ku? Ataukah aku yang mengenal mereka?
Aku ini dimana? Apa aku tersesat?
Apa mungkin aku hanya tersesat di alam fikiran-fikiran ku hingga menimbulkan opini yang sesaat. Sungguh aku lupa, aku tak bisa mengingatnya.

Tapi sepertinya ini bukan surga, karna disini begitu panas. Tapi bukan juga neraka, karna tak ada api disini. Mungkin ini masih di Bumi dan bukannya di planet yang baru ditemukan. Sepertinya disini juga masih beratapkan langit dan dialasi oleh tanah dan bebatuan. Namun, disini tak ada yang bisa aku kenali karna semua telah berubah. Tak sama seperti dulu lagi. Berbedaaaaaa......


24-07-12

Diskusi dengan malam

Mungkin malam benar, cinta itu terlalu kejam untuk ku. Mungkin lewat gelap, malam bercerita tentang pengharapan sia-sia ku. Tentang betapa kasihannya dia harus menjadi orang yang aku cintai. Tentang betapa malunya dia kalau orang-orang mengetahui bahwa aku pernah mencintainya.

Malam mengajarkan aku tentang kesunyian, tentang apa yang aku inginkan harus aku usahakan dulu. Tapi apa daya ku malam?
Aku bukanlah siapa-siapa, bukan wanita cantik, bukan wanita kaya, bahkan bukan wanita yang memiliki tubuh yang ideal, apalagi wanita cerdas.
Aku hanya manusia bodoh yang tiba-tiba jatuh cinta kepadanya hingga tak sadar diri sampai dengan lancangnya diam-diam memperhatikannya. 
Apa aku salah malam?
Hati ini memang milik ku, harusnya aku menjaganya supaya tak sembarangan jatuh hati kepada orang lain.

Aku akan mengubur dalam-dalam rasa ini, supaya tak ada yang merasa malu karna ulah konyol ku. Kan ku tutup rasa ini, supaya dia tak perlu lagi tahu kalau aku ini pernah ada disekitarnya.


10-08-12

Minggu, 12 Agustus 2012

Journey


Wanita itu berjalan perlahan dijalan setapak yang penuh dengan semak-semak ilalang yang sengaja tak dipangkas karna tanahnya tak berpenghuni. Entah apa yang wanita itu ingin lakukan, dengan pakaian menornya ia berjalan bak peragawati yang sedang memamerkan baju mahal karya disigner terkenal. Lalu dipertengahan jalan wanita itu berhenti dan menoleh kearah belakangnya sambil membalikkan badan, namun ia menggelengkan kepala lalu kembali melihat kearah depan dan melanjutkan perjalanannya. Di ujung jalan wanita itu menemukan sebuah persimpangan, ia pun berhenti sejenak untuk memilih antara jalan ke kanan ataupun jalan ke kiri.

Tak lama berselang, wanita itu bukannya memilih salah satu diantara jalan tersebut, namun malah melepaskan atribut-atribut “menor” yang ia kenakan sedari tadi dan meletakkannya di tanah. Yang tersisa darinya hanyalah kaos putih dan celana jeans berwarna hitam yang ia biarkan melekat di tubuhnya. Wanita itu kembali menoleh kearah belakang seolah menyiratkan bahwa ia ingin berbalik kebelakang dan pulang ketempat tadi ia memulai segalanya, namun ia terlihat masih sangat ragu-ragu.

Entah apa yang wanita itu fikirkan, bukannya memilih salah satu jalan yang telah disediakan. Ia justru nekat menerobos semak-semak ilalang yang ada didepannya untuk melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda. Terlihat di wajah wanita itu kalau ia sangat tak mengharapkan bahwa perjalanannya akan menemui sebuah ujung jalan.  


Rabu, 08 Agustus 2012

Terbiasa


Terkadang sesuatu yang tidak kamu inginkan terus menghampiri tanpa pernah sedikit pun kamu harapkan kedatangannya.

Sebenarnya sederhana, aku hanya ingin tetap hidup bebas tanpa beban tapi bertanggung jawab setidaknya pada Tuhan ku dan kedua orang tuaku. Selebihnya ya sudahlah, toh yang tahu tentang aku ya cuma diriku sendiri. Kadang waktu membuat jarak namun juga membuat kata terbiasa itu ada. Aku muak jika aku takut terlupakan, hingga detik ini tiba aku sudah tak perduli jika aku tak diingat lagi. Hahaha. Tolol bukan? 

Aku bukannya mau mereka masuk ke dunia ku yang sekarang ini, toh duniaku mungkin masih sama seperti yang dulu. Tapi sesuatu yang aku ingin itu supaya mereka tak lagi hanya perduli dengan dirinya sendiri, dan hanya dengan teman-temannya. Tanpa mau berbagi sedikit cerita dengan orang-orang baru meskipun itu “musuh” sekalipun. Terkadang hal-hal sepele semacam inilah yang datang lalu membuyarkan ku, dan membuatku tak ingin bertemu. Tapi kenangan itu terlalu kuat, kenangan yang masih terlalu membekas. Mereka akan tetap jadi temanku, bagaimanapun. Mungkin akulah yang harus sedikit bersabar untuk perjumpaan yang mungkin akan mengharukan untuk ku sendiri. Mungkin aku yang harus masuk kedunianya mereka lagi, mungkin aku dan mereka sudah tak sama dalam cara pandang. Tapi bukan berarti aku ataupun mereka lebih pintar antara satu sama lain. Mungkin ini adalah fase ku. Mungkin akan datang fase tersendiri untuk mereka. Proses-proses inilah yang akan aku tunggu. Karna tak ada yang salah diantara kami, mungkin ini hanya masalah waktu. Mungkin waktu ku terlalu lama jauh dari mereka, tapi tak pernah sekalipun aku marah atau pun protes, karna ini hanya masalah waktu. Semuanya akan jadi terbiasa.


180712

Minggu, 05 Agustus 2012

Bersahaja

Aroma angin subuh membangunkan ia dilelapnya tidur.
Beralaskan kasur usang dan bantal kapuk ia tertidur dengan lelap.
Tak pernah sekalipun ia lewatkan subuh untuk bercengkrama disudut pagi dengan Tuhan.
Hanya untuk menyapa Tuhan terkadang ia habiskan waktu hingga matahari tak lagi malu-malu untuk bersembunyi dibalik awan.
Rutinitasnya pun dimulai kala matahari tlah tersenyum.
Dilihatnya seisi rumah yang tak mewah namun nyaman.
Lalu mulailah dia dengan semua aktifitas yang sebenarnya membosankan.
Kesendirian membuatnya harus mengerjarkan segalanya sendiri.
Tapi tak apa, baginya melihat rumah bersih adalah kebahagiaan tersendiri.
Raut wajahnya nampat lelah, namun tak pernah dia bercerita tentang kelelahannya.
Dia begitu bersahaja dikesendiriannya.
Menghabiskan sisa-sisa hidupnya dengan kebahagiaan yang ia ciptakan sendiri.


-DDA-310712

Rabu, 01 Agustus 2012

???

Sebuah sayatan kecil yang membuat noda sebab tajamnya ranting pohon
Seolah mengguratkan sebuah bekas abadi dikulit mulus mu
Kecintaan mu pada diri sendiri membuat mu seakan-akan melupakan dunia
Bahkan kau dengan teganya menyalahkan ranting pohon yang tak berdaya
Karna apa?
Karna kau tak sanggup untuk menyalahkan diri mu sendiri

Kau bisa menjadi gila jika barang yang kau impikan tak ada digenggaman mu
Padahal barang-barang itu sama seperti barang lainnya, hanya menumpul dilemari yang tak bertuan
Kau bisa tiba-tiba menangis sejadi-jadinya saat benda-benda kesayangan mu terkena noda
Padahal Tuhan mu lah yang harusnya kau tangisi
Kau bisa terlihat begitu bodoh saat tertawa sendiri memandangi semua koleksi mu
Padahal kau lah yang pantas untuk ditertawai

Kau sudah diperbudak oleh kecintaan mu yang semu
Kau terlalu tolol hingga terbawa ke dunia hedonisme mu

Kau tak ingat, kau itu dulu siapa?
Bukannya kau hanya gadis desa yang mencoba bertahan dikejamnya kota
Namun tersesat dan terpaksa hidup disana
Lalu kenapa kau jadi begitu sombongnya?
Tanyakan lah pada dirimu siapa yang lebih pantas untuk kau cintai


-DDA

Sabtu, 14 Juli 2012

Karna Kita Sama

jalan kebencian itu tak seindah jalan kedamaian

Rencana Tuhan memang tak ada yang mengetahui. Hidup, mati, rezeki, jodoh, semua ada ditangan-Nya. Namun yang pasti, itu semua rencana Tuhan yang INDAH. Bahkan sekalipun tentang kehilangan, pasti Tuhan tengah mempersiapkan pengganti yang terbaik dengan cara-Nya yang mungkin tak dimengerti oleh umat-Nya.

Tuhan hanya ingin manusia menyelesaikan segala sesuatu dengan jalan cinta bukan dengan jalan kebencian dan kekerasan. Karna kita sama, meski terlahir dengan keluarga yang berbeda, dengan warna kulit yang berbeda, dengan warna rambut yang berbeda, dengan agama yang berbeda, dengan bentuk tubuh yang berbeda. Tapi kita sama, sama-sama hidup di Bumi yang diciptakan Tuhan dengan sinar Matahari-Nya dengan beratapkan Langit-Nya dengan keindahan Bulan dan Bintang-Nya dimalam hari dan dengan segala keajaiban-Nya. Tak ada yang membuat kita berbeda jika kita mau membuka hati kalau kita sama.

DDA

Jumat, 13 Juli 2012

Mahasiswa

Mahasiswa adalah gabungan dari Maha dan Siswa.

Menjadi mahasiwa adalah kesenangan tersendiri (mungkin) untuk murid yang sudah bosan mengenakan seragam selama 12 tahun. Bayang-bayang kebebasan di bangku kuliah sudah melayang-layang diangan-angan. Walaupun itu hanya presepsi sepihak karna korban televisi semata. Awal kejamnya kehidupan ya disini di bangku kuliah yang dibayangkan dengan penuh kebebasan. Kau tak menemukan seragam disini, kau tak menemukan bel masuk bel istirahat maupun bel pulang, kau tak menemukan upacara rutin di senin pagi, kau tak menemukan razia dadakan oleh guru, kau tak menemukan guru-guru yang kau anggap bawel meski demi kebaikan mu sendiri.
Kejamnya berlanjut saat kau harus melihat langsung antara yang "putih" dan yang "hitam" lalu biarkan opini mu tentang semua itu melayang-layang difikiran mu sendiri karna ini fase. Tak ada yang salah dan yang benar jika kau hanya mau melihat dari sisi mu saja dan tak mau membuka setiap kemungkinan yang lain.

Disini kau hanya akan menemukan segelintir orang-orang yang bisa dikatakan "setia kawan" dan apabila kau menemukannya kau harus menjaganya. Disini orang-orang hanya akan berfikir tentang dirinya sendiri, kepentingannya sendiri. Dan itu tandanya kau harus belajar untuk mandiri.
Tapi inilah seninya. Kau akan menemukan dan melihat sendiri berbagai macam karakter orang-orang yang kau lihat dan kau kenal. Dan tetap ingat teman tetaplah teman. Kau juga akan menemukan sesuatu yang mungkin dulu tak pernah kau bayangkan. Dan itu tak dapat digambarkan bagaimana rasanya.

Tak banyak yang dapat aku ceritakan tentang Bangku Kuliah. Tapi kau harus rasakan sensasinya, kau akan terpuruk untuk sesaat saat melihat IP mu dan bisa kembali tertawa tentunya. Ini masa dimana selain ilmu dan nilai, kau juga membutuhkan pengalaman hidup yang tak bisa kau beli tapi bisa kau cari dan kau temukan. Maka tetap tersenyum jika kau tiba-tiba merindukan masa putih abu-abu mu. Dan kau hanya perlu percaya, kalau kau akan mendapatkan cerita-cerita baru di tempat yang lain asalkan kau mau membuka untuk setiap kemungkinan yang ada dan tidak menutup diri.

Sabtu, 07 Juli 2012

Kami Hanya Ingin Kedamaian

Menurut ku, sejarah itu seolah-olah hanya dikenang oleh saksi hidupnya saja.

Entah sudah berapa tahun setelah bergulirnya perang antar suku itu, namun tetap masih akan dikenang oleh orang-orang yang menjadi saksi hidup peristiwa tersebut. Iya kami (aku dan mereka) tentunya, masih tersisa kepingan-kepingan peristiwa itu diingatan kami. Suara sirine ambulance dijalanan seperti tak pernah lelah untuk berteriak, petugas-petugas militer yang berpakaian lengkap dengan senjata ditangannya, wilayah yang sengaja diisolasi, aktifitas yang lumpuh total karna dipaksa libur secara sepihak oleh pemerintah, serta orang-orang yang ketakutan dan bersembunyi di dalam rumah.

Mungkin saat peristiwa itu terjadi aku masih terlalu kecil untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Yang aku ingat hanya saat ibu tak mengizinkan ku untuk bermain diluar rumah tak seperti biasanya, aku juga tak dibolehkan berangkat sekolah padahal libur telah usai, ibu juga menutup rapat-rapat rumah kami serta membiarkan gorden tetap menutupi jendela sepanjang hari. Dan selayaknya anak kecil lainnya, aku hanya manut saat melihat ibu seperti itu. Samar-samar aku masih mengingat tetangga kami pernah berkata bahwa tentara yang berjaga diperbatasan melarang kami untuk bertanya situasi yang sedang terjadi dan menyuruh kami untuk tetap tinggal didalam rumah.

Setelah 13 tahun berlalu tanpa mengetahui apa pun. Akhirnya aku mengetahui tentang kanibalisme yang harusnya tercatat dalam sejarah, khususnya sejarah kota kelahiran ku. Iya, kanibalisme karna peperangan antar suku tersebut. Sebenarnya tak ada satu pun diantara kami yang menginginkan perang ini terjadi, terlepas suku-suku yang bertikai karna mempertaruhkan kehormatan sukunya.

Sebenarnya sederhana, kami hanya ingin kedamaian. Kami tak ingin tanah tempat kami mengijakan kaki menjadi marah, kami tak ingin bumi tempat kami tinggal menjadi kasar , kami tak ingin alam menjadi kejam, dan kami sangat tak ingin Tuhan menjadi murka. Kami ingin kedamaian, karna tempat kami hidup dan tinggal diciptakan Tuhan dengan keanekaragaman budaya dan sukunya. Sehingga kami berharap toleransi  dan saling menghargai tetap ada untuk sekarang dan untuk nanti. Dan biarkan masa lalu kelam itu menjadi bagian dari sejarah untuk kami kenang.

-DDA
250612

Rabu, 27 Juni 2012

Jangan Jadi Seperti Aku

Betapa indahnya Indonesia. Kau pasti akan setuju dengan pendapat ku yang satu ini. Negara dunia ketiga yang selalu jadi objek penelitian negara Adikuasa seperti Amerika karna keanekaragaman budaya-nya. Seingat ku pada mata pelajaran sosiologi di bangku SMA guru ku pernah berkata bahwasanya Indonesia itu memiliki masyarakat yang multikultural karna keanekaragaman budayanya.

Coba kau bayangkan betapa banyaknya suku dan etnis di Indonesia dengan bahasa yang berbeda-beda di setiap sukunya. Ada suku Jawa, Batak, Sunda, Melayu, Betawi, Dayak, Bugis, dan masih banyak lainnya yang tak bisa aku sebutkan satu persatu. Selain itu Indonesia dengan 17.500 pulau yang dimiliki juga disebut sebagai Negara Kepulauan. Panaromanya yang indah membuat Indonesia semakin istimewa. Jadi kau pasti akan sependapat saat aku berkata "surganya dunia yaa Indonesia".

Tapi tunggu dulu, jangan kau tanyakan kepada ku saat ini apa suku ku? Jangan pernah jadi orang seperti aku yang tak pernah tahu budaya sukunya sendiri. Hingga pada akhirnya aku disadarkan oleh mereka yang membuat ku setidaknya harus mengetahui budaya suku yang dimana didarah ku harusnya mengalir kebudayaan itu, atau mungkin akan lebih baik lagi jika aku mempelajarinya. Pada dasarnya sebenarnya aku malu saat mereka begitu apiknya menceritakan kebudayaan suku mereka, sementara aku tak tau apapun.

Jangan jadi seperti aku, yang mungkin telat untuk menghargai budaya ku sendiri. Namun setidaknya aku tau tak kan ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang baik. Aku terlahir dari kedua orang tua yang memiliki keturunan Jawa Murni. Bapak ku lahir dan dibesarkan di Yogyakarta tepanya di Kulonprogo. Sementara Ibu ku adalah anak dari TNI-AL yang di tugaskan untuk menetap di Pulau bernama Kalimantan, sehingga Ibu ku terlahir di Kota Pontianak. Demi mengadu nasib Bapak ku memutuskan untuk pindah ke Kota Pontianak dan akhirnya bertemu Ibu ku lalu menikah. Aku dibesarkan dengan adat istidat Jawa sebenarnya, aku diajarkan tata krama ketika bertemu orang yang lebih tua, aku juga diberitahu sedikit tentang kebudayaan Jawa. Tapi yang aku ingat, Bapak ku tak pernah mengajarikan ku untuk bisa menggunakan Bahasa Jawa. Seingatku beliau hanya mengajariku angka dari 1-10 dengan menggunakan Bahasa Jawa. Aku tak bisa menyalahkannya kenapa dulu tak mengajariku Bahasa Jawa, mungkin saking terlalu sibuknya dia bekerja sehingga lupa. Dan Ibu ku yang terlahir di Kota Pontianak, meskipun tetap melestarikan adat Jawa karna itu wajib bagi Mbah ku. Tetapi Ibu ku sudah menggunakan Bahasa Melayu sebagai bahasa keseharian. Sehingga jadilah aku juga menggunakan Bahasa Melayu karna mengikuti Bahasa Ibu. Meski Bahasa Melayu ku tak sehebat orang-orang yang memang dari Suku Melayu. Dan yang perlu kau tau, tak satupun budaya Melayu yang aku ketahui padahal aku sudah menghabiskan 17 tahun untuk tinggal disana.

Tolong, jangan jadi seperti aku yang hidup di dua kebudayaan sekaligus tapi tak begitu peka terhadap budaya-budaya tersebut hingga akhirnya membuat ku tak tahu apapun. Jadilah orang yang menghargai dan melestarikan budayanya seperti mereka yang aku kenal. Kalau bukan kau siapa lagi yang akan menghargai budaya mu sendiri. Jangan jadi seperti aku yang mungkin baru tersadar sekarang. Aku tahu, aku tak berhak menyalahkan orangtua dan keluarga ku sendiri sekarang, ada saatnya mungkin aku harus mempelajari hal-hal semacam itu sendiri. Agar budaya ku kelak tak HILANG ditelah kejamnya zaman, sehingga nanti anak-cucu ku tidak jadi seperti aku.

-DDA- 220612

Minggu, 24 Juni 2012

Cara ku Menafsirkannya

Aku kembali berteman dengan kesepian malam ini, lalu aku mengambil pensil usang ku serta selembar kertas polos lagi untuk sekedar menemani kesepian ku. Aku tahu ini cuma cara terbaik ku berbagi mengenai cerita-cerita bodohku.

Aku ingin berbalik ke waktu setahun yang lalu saat segala-galanya ada dalam genggaman ku (begitu aku mengingatnya). Keluarga, sahabat, teman bahkan prestasi. Tapi itu mengubah cara berfikir ku, aku yang sebenarnya mengirim diri ku sendiri untuk jauh dari "mereka". Namun, aku malah menyalahkan orang tua ku karna aku terlalu tak sanggup untuk menyalahkan diri ku sendiri.

Iya, aku pergi meninggalkan mereka untuk jarak dan waktu yang tak bisa aku prediksi kapan aku akan bertemu mereka lagi. Difikiran ku hanya dihantui bayang-bayang ketakutan akan mereka. Ketakutan-ketakutan yang pada akhirnya membuatku tertekan selama setengah tahun ini. Aku seolah menyalahkan lagi diri ku sendiri, tapi semakin aku melakukan hal itu aku malah tak mendapatkan kedamaian untuk diriku sendiri.

Lalu pada akhirnya aku menyerah untuk melawan bayangan-bayangan itu. Aku mencoba menikmati segalanya tepat setelah setengah tahun ini. Aku rasa ini jauh lebih baik. Aku menikmati jauh dari mereka, aku menikmati ketika aku ataupun mereka berkata kangen, aku menikmati bertemu dengan orang-orang baru yang hebat, aku juga menikmati kalau ternyata aku bisa mandiri. Dan jujur, aku merasa lebih bahagia.

Hal yang mungkin tak pernah terfikirkan ketika aku masih bersama mereka, aku bisa melakukan hal-hal luar biasa seperti sekarang ini. Segalanya terasa indah saat aku mulai belajar ikhlas, segalanya berbeda saat aku tak lagi mengeluh kepada mereka betapa menyedihkannya saat jauh dari mereka. Aku pun mulai belajar tentang segalanya mulai dari NOL dan mungkin saat ini aku masih ada di angka 1 dan belum bisa mencapai angka 100. Tapi akan aku nikmati proses menuju angka 100 itu, karna yang aku inginkan bukanlah angka 100 namun proses menuju angka 100.

Aku pun belajar berhenti untuk jadi egois meskipun itu berat. Aku belajar melihat sekitarku dari pandangan mata orang lain, bukan hanya dari pandangan mata ku. Saat ada orang-orang baru dalam hidup ku dapat mempercayai aku untuk sekedar berbagi kegelisahan, aku tahu bahwa aku ternyata berharga disini.

Aku mungkin tak akan bisa menjadi peri atau pun dewa penolong karna aku sama seperti orang lainnya, hanya manusia biasa. Namun aku ingin bisa menjadi penghibur luka siapapun, aku ingin menaburkan kegembiraan untuk mereka, yaitu orang-orang baru yang mulai aku cintai. Agar setidaknya aku bisa menjadi orang yang lebih berarti disini. Semoga mereka yang baru aku kenal juga bisa mencintai ku seperti mereka yang lama. Dan aku akan tetap mencintai mereka-mereka 1 juta kali lebih banyak setiap harinya.

-DDA-

Pagi Ku

Pagi ini rasanya kembali seperti pagi sebelumnya, rutinitas yang berisik mengganggu telingga ku dan yang terlintas di fikiran ku hanya ada satu kata yaitu kota. Tapi hangatnya matahari pagi masih bisa aku rasakan walaupun sudah tercampur oleh polusi udara. Kicauan burung di desa yang menenangkan hati berganti dengan suara klakson yang seperti dengan sengajanya dibunyikan sekuat mungkin. Ternyata memang beda, ini memang kota. Seberusaha apapun aku membayangkan tentang damainya desa, yang selalu muncul hanya kota yang gemilau tapi memuakkan.

Aku mulai berjalan untuk mencoba tak melepaskan pagi ku yang takut ku lewatkan. Mungkin pagi di kota tak kan selama pagi di desa, maka mulailah aku nikmati pagi ini agar tak dimakan oleh siang.

Sinar matahari yang mulai menusuk kulit ku dapat ku pahami, jika pagi tak lagi hangat seperti dulu. Mungkin aku tak bisa menyalahkan pagi jika menjadi terlalu kejam sekarang. Kulangkahkan kaki ku untuk memulainya, dengan tatapan mata kosong serta aroma angin kota yang mencoba mengajakku sekedar untuk bercengkrama. Aku pun berjalan pelan melewati orang-orang yang dengan segala kesibukannya di pagi hari begitu tegangnya melewati pagi yang sedikit nakal hari ini. Dengan tatapan mata yang masih kosong ini, aku pun tertawa kecil karna aku juga pernah ada diposisi mereka tapi tidak untuk hari ini.

Pagi ku tak lama lagi akan dimakan oleh siang, matahari pun semakin menunjukan kekuatannya. Ini pertanda bahwa pagi yang sedang aku nikmati telah usai. Dan aku harus kembali keperaduan ku untuk mencoba melihat tentang siang. Dan kesibukan akan pagi juga telah usai, segalanya yang indah di pagi hari sekarang begitu berkilauan karna panasnya sengatan matahari.

-DDA-