Terlepas dari ajaran salah satu agama yang tak
membolehkan umatnya mentatto tubuh mereka, atau sekedar mempertanyakan sebegitu
kreatifnya kah mereka hingga menjadikan tubuhkan sebagai media untuk
mengekspresikan diri. Disini aku hanya sekedar ingin mengingatkan bahwa
sebenarnya tatto juga salah satu kebudayaan Bangsa Indonesia yang sepertinya
sudah dilupakan.
Namun seiring berjalannya waktu, tepatnya
sebelum Reformasi berlangsung di Indonesia ketika Orde Baru masih bergejolak.
Masyarakat pun mulai terdoktrin oleh Sang Penguasa. Pemerintah pada jaman itu
mulai kehilangan cara untuk mengatasi "preman-preman pasar" yang
meresahkan. Aku sebenarnya tak pernah menuduh pemerintah yang menjadi dalang
utamanya. Namun, kenyataan yang menjawab bahwa telah ditemukan orang-orang yang
memiliki banyak tatto di tubuh mereka tewas di selokan-selokan pasar. Dan
pemerintah pun seolah memberi sangsi sosial kepada mereka. Dan masyarakat pun
akhirnya mulai terdoktrin hingga orang-orang di Suku Dayak lah yang paling
terkena imbas dari sangsi sosial ini.
Bisa dibayangkan apa yang terjadi pada waktu
itu? Sangsi sosial memang terlalu kejam dan imbasnya pun begitu nyata. Di dalam
pemerintahan sendiri begitu jelas terlihat, ada larangan bahwa PNS tak
dibolehkan memiliki tatto di tubuh mereka. Bagaimama nasib orang-orang suku
Dayak kala itu? Apa mereka tak dibolehkan menjadi PNS? Padahal mereka harusnya
memiliki hak yang sama di Negera sendiri. Hal itulah yang menyebabkan
orang-orang Dayak mulai meninggalkan tatto sebagai identitas mereka. Dari
informasi yang aku ketahui, sekarang hanya Kepala suku dan Pemuka Adat saja
yang masih tetap menjadikan tatto sebagai identitas suku mereka.
-DDA
17 Oktober 2012