Rabu, 12 November 2014

Kini Sang Penunggu Menemukan Ujung Perjalanannya.

Barangkali ada luka yang tertinggal setelah ini, barangkali ada bekas yang tersisa nantinya, barangkali ada banyak air mata yang tak mau berhenti. Masih saja aku tetap berniat untuk melanjutkannya, membiarkan dia merusak hati ku dengan datang sesuka hatinya. Aku berusaha bahkan saat seluruh kemampuan dan usaha ku untuk mengusirnya dari hati ku, tapi semuanya sia-sia. Aku sudah terjebak didalamnya, terjebak dilumpur hidup yang mematikan ku sendiri. Saat ku pilah-pilah bagian mana yang aku rasa mungkin ini hanya jebakan permainan saja, nyatanya aku masih saja tak menemukan makna apa-apa. Pencarian ku terus dan masih saja terus tak menemukan titik akhir. Aku takut mengakuinya kalau-kalau nantinya akulah yang paling terluka dan dia bahkan sama sekali tak pernah menyadarinya.
Kalau saja bukan aku yang jatuh pada tatapan tajam matanya, pada kesombongan dan keangkuhannya yang bertindak arogan pada awalnya lalu berubah menjadi anak anjing rumahan yang begitu mententramkan hati. Kalau saja itu bukan aku yang selalu menjadi bahan bercandaannya yang pada akhirnya membuat ku jatuh pada tawa di raut wajahnya. Lalu bagaimana bisa aku menjelaskan perasaan apa ini, sementara aku berpura-pura membentengi hati ku supaya tak pernah terluka lebih parah.
Jarak sudah tak dapat disembrangi oleh jembatan. Dan sementara waktu semakin kan bergulir, mengelinding dengan begitu cepat, bayangnya semakin berlalu. Hanya aku yang melihat sisa-sisa kenangan itu di tempat dulu kita pernah berbagi tawa demi sebuah pertemanan. Sekian dari banyak hal yang membuat ku berharap moment-moment itu bisa menghilang seperti layaknya hal-hal kecil yang terlupakan.
○○○○
“Selamat Pagi, Jelita” jerit teriak ku menggema begitu aku selesai mengumpulkan nyawa setelah berusaha bangun dari tidur panjang ku tadi malam. Hari ini hari senin, sudah ku pastikan aku masih mengingat tentang dia begitu membuka handphone ku dan mengecek semua social media milik ku. Iya, aku hanya bisa memantau dan mengetahui kabarnya hanya melalui status-status ‘sialan’ miliknya yang muncul di halaman social media ku. Hikmahnya, setidaknya aku tahu kalau dia masih dan akan baik-baik saja disana. Ku mulai hari ini dengan berangkat menuju kesendirian ternyaman ku di kampus yaitu perpustakaan. Tanpa berisik, tanpa ada yang ku kenal, semua terasa nyaman dan damai.
Sudah hari kesekian saat aku mulai asik dengan dunia ku, menulis sepengal-sepengal kalimat-kalimat iseng di laptop kesayangan. Bayangan ku semua kalimat-kalimat itu setidaknya bisa memotivasi ku sendiri untuk segera ‘move on’ ke  hati yang tepat, ke hati yang jelas-jelas bisa menerima ku bukan lagi hanya sebelah pihak dan tak ada hati yang lagi-lagi patah.
↨↨↨↨
Selama ada aku, kau hanya perlu memahami diri mu, tak perlu lagi kau lelah mencari yang bisa memahami mu. Cukup kau pahami diri mu, membuat ku percaya hingga aku juga bisa memahami mu.
↨↨↨↨
Daun-daun musim kemarau mulai terbang kesana kemari menari-nari bersama teriknya matahari yang bercampur polusi yang begitu terasa gerah. Di bawah pepohonan rindang aku menyandarkan punggung ku dengan nyaman sembari mengenang-ngenang apa saja yang terlintas di pikiran ku saat itu. Angin siang yang mendadak menjadi sejuk mengingatkan ku akan dirimu yang biasanya sibuk membersihkan keringat setelah selesai berolahraga sembari meminum air isotonic pengembali energy mu yang telah hilang bersama lelah. Semua hanya samar-samar, ingatan ku perlahan mulai pudar bersama waktu yang tetap saja berjalan tanpa tahu akhir dan ujung dari perjalanan itu.
Senja akhirnya tiba, aku putuskan untuk pulang melepaskan semua lelah beserta keluh ku untuk beristirahat di rumah kedua ternyaman untuk saat ini. Hari ini berlalu begitu cepat, terbang bersama segalanya yang belum bisa aku tangkap. “Selamat Malam, Jelita”. Aku memilih tidur, berharap bayangan-bayangan itu muncul bersama mimpi yang biasanya selalu menghiasi tidur malam ku.
○○○○
Sesekali kau menyapa ku, berusaha membuat jarak yang kuciptakan seakan tak ada lagi artinya. Aku benci itu. Menyimpan semua percakapan mu di chat, sama saja membunuh ku perlahan. Menghapus percakapan kita di chat adalah jalan terbaik untuk menghapus jejak mu yang tersisa di halaman chat ku. Masih saja aku begitu girangnya tiap kali kau bertanya sepatah dua patah kalimat singkat, hanya sekedar bahagia untuk ku sendiri nyaris membuat ku malu untuk bercermin hari itu. Membayangkan rona wajah ku yang memerah seketika, membayangkan hormone endorphin ku meningkat 2 kali lebih banyak dari pada membaca pesan sms transferan uang bulanan.
Sudah hari dan bulan kesekian kau sudah mulai lupa untuk berbasa-basi singkat dengan ku lewat chat di BBM. Aku pun dengan semua kegengsian yang aku miliki takkan pernah mampu untuk membuat percakapan duluan dengan mu. Aku menunggu dan menunggu, lagi lagi menunggu. Sayangnya, mungkin kau telah lupa bagaimana kita dulunya bisa berteman, sebelum aku pernah sangat-sangat begitu membenci mu dengan semua keangkuhan yang kau miliki.
↨↨↨↨
Ranting-ranting pohon tua itu jadi saksi bisu, betapa keras upaya ku tuk membuat mu jatuh. Setidaknya tatapan mata ku, bisa membuat hati mu bergetar barang 5 detik saja. Itu sudah cukup bagi ku. Aku tak seegois burung yang ingin terbang tinggi dengan kedua sayap indahnya, aku juga tak seegois siang yang slalu ditemani matahari juga malam yang slalu begitu intim dengan rembulan. Aku hanya aku.
↨↨↨↨
Hari ini hari kesekian aku mulai lagi berhalusinasi. Melihat sosok mu ada dimana-mana, disana-sini, menggangu ku. Namun aku bisa apalagi? Langkah kaki ku hanya bisa tertahan sejenak, membayangkan kau tengah asik duduk di sudut yang paling kau sukai sembari tertawa lepas. Aku sudah mulai menghindari tempat-tempat dimana pernah ada kau dalam ingatan ku. Sayang kau dengan begitu angkuhnya masih saja berputar-putar dalam ingatan ku.
Kita sudah bukan lagi kita yang ku harapkan. Ada titik dimana akhirnya aku lelah dalam diam ku. Ada suatu masa dimana aku harus berjuang sendiri untuk lepas dari mu. Ada akhir yang harus aku putuskan setelah bergulat hebat dengan diri ku sendiri selama berhari-hari demi satu kata yang kedengarannya mudah bagi orang lain tapi tidak untuk ku. Aku MENYERAH.
↨↨↨↨
Kalau aku sudah mencoba sekuat tenaga hingga rasanya aku ingin mati. Maka sudah boleh kah aku menyerah?