Barangkali ada luka yang tertinggal
setelah ini, barangkali ada bekas yang tersisa nantinya, barangkali ada banyak
air mata yang tak mau berhenti. Masih saja aku tetap berniat untuk
melanjutkannya, membiarkan dia merusak hati ku dengan datang sesuka hatinya.
Aku berusaha bahkan saat seluruh kemampuan dan usaha ku untuk mengusirnya dari
hati ku, tapi semuanya sia-sia. Aku sudah terjebak didalamnya, terjebak
dilumpur hidup yang mematikan ku sendiri. Saat ku pilah-pilah bagian mana yang
aku rasa mungkin ini hanya jebakan permainan saja, nyatanya aku masih saja tak
menemukan makna apa-apa. Pencarian ku terus dan masih saja terus tak menemukan
titik akhir. Aku takut mengakuinya kalau-kalau nantinya akulah yang paling
terluka dan dia bahkan sama sekali tak pernah menyadarinya.
Kalau saja bukan aku yang jatuh pada
tatapan tajam matanya, pada kesombongan dan keangkuhannya yang bertindak arogan
pada awalnya lalu berubah menjadi anak anjing rumahan yang begitu mententramkan
hati. Kalau saja itu bukan aku yang selalu menjadi bahan bercandaannya yang
pada akhirnya membuat ku jatuh pada tawa di raut wajahnya. Lalu bagaimana bisa
aku menjelaskan perasaan apa ini, sementara aku berpura-pura membentengi hati
ku supaya tak pernah terluka lebih parah.
Jarak sudah tak dapat disembrangi
oleh jembatan. Dan sementara waktu semakin kan bergulir, mengelinding dengan
begitu cepat, bayangnya semakin berlalu. Hanya aku yang melihat sisa-sisa
kenangan itu di tempat dulu kita pernah berbagi tawa demi sebuah pertemanan.
Sekian dari banyak hal yang membuat ku berharap moment-moment itu bisa
menghilang seperti layaknya hal-hal kecil yang terlupakan.
○○○○
“Selamat Pagi, Jelita” jerit teriak
ku menggema begitu aku selesai mengumpulkan nyawa setelah berusaha bangun dari
tidur panjang ku tadi malam. Hari ini hari senin, sudah ku pastikan aku masih
mengingat tentang dia begitu membuka handphone ku dan mengecek semua social
media milik ku. Iya, aku hanya bisa memantau dan mengetahui kabarnya hanya
melalui status-status ‘sialan’ miliknya yang muncul di halaman social media ku.
Hikmahnya, setidaknya aku tahu kalau dia masih dan akan baik-baik saja disana.
Ku mulai hari ini dengan berangkat menuju kesendirian ternyaman ku di kampus
yaitu perpustakaan. Tanpa berisik, tanpa ada yang ku kenal, semua terasa nyaman
dan damai.
Sudah hari kesekian saat aku mulai
asik dengan dunia ku, menulis sepengal-sepengal kalimat-kalimat iseng di laptop
kesayangan. Bayangan ku semua kalimat-kalimat itu setidaknya bisa memotivasi ku
sendiri untuk segera ‘move on’ ke hati
yang tepat, ke hati yang jelas-jelas bisa menerima ku bukan lagi hanya sebelah
pihak dan tak ada hati yang lagi-lagi patah.
↨↨↨↨
Selama
ada aku, kau hanya perlu memahami diri mu, tak perlu lagi kau lelah mencari
yang bisa memahami mu. Cukup kau pahami diri mu, membuat ku percaya hingga aku
juga bisa memahami mu.
↨↨↨↨
Daun-daun musim kemarau mulai terbang
kesana kemari menari-nari bersama teriknya matahari yang bercampur polusi yang
begitu terasa gerah. Di bawah pepohonan rindang aku menyandarkan punggung ku
dengan nyaman sembari mengenang-ngenang apa saja yang terlintas di pikiran ku
saat itu. Angin siang yang mendadak menjadi sejuk mengingatkan ku akan dirimu
yang biasanya sibuk membersihkan keringat setelah selesai berolahraga sembari
meminum air isotonic pengembali energy mu yang telah hilang bersama lelah. Semua
hanya samar-samar, ingatan ku perlahan mulai pudar bersama waktu yang tetap
saja berjalan tanpa tahu akhir dan ujung dari perjalanan itu.
Senja akhirnya tiba, aku putuskan
untuk pulang melepaskan semua lelah beserta keluh ku untuk beristirahat di
rumah kedua ternyaman untuk saat ini. Hari ini berlalu begitu cepat, terbang
bersama segalanya yang belum bisa aku tangkap. “Selamat Malam, Jelita”. Aku
memilih tidur, berharap bayangan-bayangan itu muncul bersama mimpi yang
biasanya selalu menghiasi tidur malam ku.
○○○○
Sesekali kau menyapa ku, berusaha
membuat jarak yang kuciptakan seakan tak ada lagi artinya. Aku benci itu.
Menyimpan semua percakapan mu di chat, sama saja membunuh ku perlahan.
Menghapus percakapan kita di chat adalah jalan terbaik untuk menghapus jejak mu
yang tersisa di halaman chat ku. Masih saja aku begitu girangnya tiap kali kau
bertanya sepatah dua patah kalimat singkat, hanya sekedar bahagia untuk ku
sendiri nyaris membuat ku malu untuk bercermin hari itu. Membayangkan rona
wajah ku yang memerah seketika, membayangkan hormone endorphin ku meningkat 2
kali lebih banyak dari pada membaca pesan sms transferan uang bulanan.
Sudah hari dan bulan kesekian kau
sudah mulai lupa untuk berbasa-basi singkat dengan ku lewat chat di BBM. Aku
pun dengan semua kegengsian yang aku miliki takkan pernah mampu untuk membuat
percakapan duluan dengan mu. Aku menunggu dan menunggu, lagi lagi menunggu.
Sayangnya, mungkin kau telah lupa bagaimana kita dulunya bisa berteman, sebelum
aku pernah sangat-sangat begitu membenci mu dengan semua keangkuhan yang kau
miliki.
↨↨↨↨
Ranting-ranting
pohon tua itu jadi saksi bisu, betapa keras upaya ku tuk membuat mu jatuh.
Setidaknya tatapan mata ku, bisa membuat hati mu bergetar barang 5 detik saja.
Itu sudah cukup bagi ku. Aku tak seegois burung yang ingin terbang tinggi
dengan kedua sayap indahnya, aku juga tak seegois siang yang slalu ditemani
matahari juga malam yang slalu begitu intim dengan rembulan. Aku hanya aku.
↨↨↨↨
Hari ini hari kesekian aku mulai lagi
berhalusinasi. Melihat sosok mu ada dimana-mana, disana-sini, menggangu ku. Namun
aku bisa apalagi? Langkah kaki ku hanya bisa tertahan sejenak, membayangkan kau
tengah asik duduk di sudut yang paling kau sukai sembari tertawa lepas. Aku
sudah mulai menghindari tempat-tempat dimana pernah ada kau dalam ingatan ku.
Sayang kau dengan begitu angkuhnya masih saja berputar-putar dalam ingatan ku.
Kita sudah bukan lagi kita yang ku
harapkan. Ada titik dimana akhirnya aku lelah dalam diam ku. Ada suatu masa
dimana aku harus berjuang sendiri untuk lepas dari mu. Ada akhir yang harus aku
putuskan setelah bergulat hebat dengan diri ku sendiri selama berhari-hari demi
satu kata yang kedengarannya mudah bagi orang lain tapi tidak untuk ku. Aku
MENYERAH.
↨↨↨↨
Kalau
aku sudah mencoba sekuat tenaga hingga rasanya aku ingin mati. Maka sudah boleh
kah aku menyerah?