Selasa, 17 Desember 2013

Melelahkan

Rasanya melelahkan.
Aku bahkan teramat sering mencoba untuk menyerah.
Tapi lagi dan lagi Tuhan mengirimkan peri-peri kecilnya untuk merangkul tangan ku.
Aku pun bertahan sejenak.
Namun tetap saja, semuanya seperti ingin aku muntahkan. Mual dan tertahan ditenggorokan.

Jumat, 06 Desember 2013

Maaf Bu.. Setidaknya itu cuma Aku

Biarkan cuma aku anak Ibu yang nakal..
Ibu cukup punya satu anak saja yang paling nakal.
Setidaknya Ibu masih bisa bernafas sedikit lega, karna anak lainnya bisa membuat nafas mu jadi teratur.
Ibu tak usah memikirkan bagaimana aku hingga membuat mu sulit bernafas.
Aku sudah terlanjur membuat Ibu susah hingga nafas mu pun menjadi berat.
Aku harus bagaimana Bu?
Aku pun kacau, jika melihat mu begitu karna ulah ku.
Setidaknya jangan pikirkan aku sebentar saja Bu.
Mungkin dengan begitu Ibu akan membaik.
Setidaknya cukup biarkan hanya aku anak mu yang membuat Ibu jadi tidur tak nyenyak.
Maaf Bu.. Setidaknya itu cuma aku..

Jumat, 22 November 2013

Sesulit ini

Aku masih bingung memulainya dari mana. Yang aku tau, mungkin hanyalah kata-kata yang tiba-tiba melintas dibenak ku. Aku pun masih sibuk mencari-cari kalimat seperti apa yang pantas menggambarkannya.
Masih tertimbun atau kah dengan sengaja aku tanam? Serpihannya, aku berusaha menanamnya.
Aku menderita luka, apalah itu namanya mungkin pun tak ada yang akan paham.
Aku menjadi ini dan itu dan menjadi bangsat sekali pun tetap kan terlihat aku baik-baik saja.
Berteriak rasanya aku tetap akan seperti anak ingusan yang merengek.
Aku tak perlu bertanya mengapa?
Aku cukup paham jika tak ada yang ingin meladeni pertanyaan ku. Percuma bukan! sudahi saja.
Aku lelah.
Aku terlalu lelah memilah-milah topeng mana yang akan kena kan hari ini, hari besok, detik ini, detik nanti.

Kamis, 03 Oktober 2013

Semuanya Sama

Semuanya saling menghindar tuk saling berjumpa.
Semuanya merasa satu sama lain kan terlihat asing dan kaku.
Semuanya berharap ini dan itu agar tak saling bercakap.
Semuanya menutup mata dan berbalik arah seolah tak mengenal satu dan lainnya.
Semua sama, ada hal yang sulit digambarkan oleh kata-kata dan dilukiskan oleh kuas.
Semuanya memilih untuk berada dalam jarak yang memisahkan.
Pada waktu yang seolah-olah tak dapat lagi dipertemukan.
Pada keasingan, kejujuran, ketidaktahuan, kepura-puraan.
Dan tanda tanya pun membiarkan semua tetap berjalan dijalur normal tanpa terganggu oleh apapun.

-23 Juli 2013-

Rabu, 02 Oktober 2013

Terlanjur senang

Aku terlanjur senang belakangan ini.
Aku terlanjur banyak berbicara ini dan itu.
Melantur sana-sini hingga lupa daratan.
Hingga aku lupa kalau lautan juga punya pinggir pantai.
Berbicara seolah-olah robot yang disetel oleh Tuannya hingga tak mampu berhenti.
Menyakiti banyak orang menjadi biasa belakangan ini.
Seolah sudah tak punya hati layaknya manusia.
Tertawa haha dan hihi entah apa yang ditertawakan.
Aku lagi-lagi terlanjur senang belakangan ini, hingga hampir lupa akan ada air mata yang beriringan.

-Jogja mulai membisu-

Selasa, 24 September 2013

Pasir serta Cinta

Cinta itu mungkin kayak pasir yang diterpa ombak. Selalu tetap disitu, dipinggir pantai.
Tapi kata Gian Dwi Oktiana (si alay anak jakal), Pasir juga indah tapi sulit digenggam!
Jadi mungkin deskripsinya bakalan kayak gini :
Kalau kita cinta sama orang, kita harus bisa sabar seandainya dia gak bisa terima kita apa adanya, dia ternyata gak pernah memandang sedikit pun kearah kita, atau pun dia yang lebih memilih cinta yang lain dari pada cintanya kita. Ya kayak pasir gitu, setia dipinggir pantai. Sama kayak kita yang setia untuk bersabar dan menunggu. Tapi bener juga katanya Gian, pasir itu emang indah walau sulit digenggam. Dia emang terlihat indah dikejauhan, tapi kalau bukan lagi milik kita ataupun kita gak bakalan bisa milikin dia yaa berarti cinta kita emang sulit untuk digapai. Sama kayak kita yang berusaha menggenggam pasir sekuat yang kita mampu, pada akhirnya bakalan lepas juga.

-24 september 2013-
hal kecil bisa berarti banyak

Sabtu, 21 September 2013

Kepada Pemilik Punggung yang Hatinya Tak Pernah Sendiri



Aku rajut kembali patahan-patahan sayap ini, berusaha membuatnya kembali utuh agar bisa terbang sekaligus bersama mimpi-mimpiku.

Di hari ini pun aku masih sibuk menikmati punggung mu yang berlalu, yang terus menghilang bersama kegelapan sementara yang aku tahu memori ku lama-kelamaan semakin kan memudar bersama waktu yang datang setiap harinya. Aku selalu mencoba merajut kembali sayap-sayap ku sempat kau patahkan walaupun belum sempat terjadi apapun diantara kita entah itu cinta ataukah kesebelah pihakan yang kurasa.
Kau harusnya sadar bahwa aku selalu mengikuti bayangan mu bahkan saat kau tak bisa menemukan bayangan mu sendiri. Kau mungkin lupa bahwa ada banyak wanita yang memiliki HAK tuk sekedar menikmati punggung mu yang begitu indah. Walau banyak wanita yang tentunya juga ingin menikmati tatapan hangat mata indah mu. Tapi aku adalah wanita yang tak pernah ingin sedikit pun untuk serakah, aku akan sangat puas jika bisa menikmati punggung tegap dan gagah mu yang sedang merangkul wanita mu yang katanya kau cintai itu. Terkadang aku sadar bahwa aku tetap akan jadi sisa makanan yang tidak kau sukai, tergeletak tanpa tersentuh dipinggiran piring mu. Kata lelah mungkin sudah berkali-kali menghampiri ku, menawarkan penyembuh luka yang ku buat sendiri karna keegoisan ku mengenai cinta. Dan lagi-lagi aku tetap saja bertahan, bertahan tuk menjadi pengagum punggung mu.
Barisan doa-doa setiap aku menyapa Tuhan tak pernah sekali pun aku lewatkan untuk menyertai nama mu, mungkin malaikat-malaikat Tuhan akan bosan jika mendengar aku yang selalu meminta keajaiban agar kau dapat melihat ke arah ku. Suatu kali aku mendengar kalau kau sudah tak bersamanya lagi, rasanya hari itu dunia seketika menjadi taman bunga tanpa layu. Aku tak dapat mengontrol sendiri perasaan bahagia ku, sementara aku tau disana hati mu tengah berkecamuk sedih. Aku jahat bukan? Tapi didetik yang sama saat aku kembali tau bahwa kabar itu hanya kabar burung semata, apa jadinya perasaan ku? Layaknya taman makam tanpa matahari, kembali gelap.
Bagimana bisa aku hidup normal seperti yang lainnya, sementara perasaan ku masih saja sibuk menunggu dermaganya yang tengah mencari kapal-kapal yang bersandar. Bagaimana bisa mulut naif ku ini berujar kata “ikhlas”? Sementara aku masih ingat betul senyum dibibir tipis mu, mata mu yang berbinar mempesona, bahkan lipatan dibawah mata mu ketika tersenyum. Lalu apa artinya semua ingatan itu jika hanya akan merobek kantong persediaan air mata ku. Kau tampaknya begitu bahagia bersama wanita yang kau pilih menjadi pengisi hari-hari mu.
Nantinya pengorbanan ku untuk menunggu akan dibalas oleh Tuhan dan oleh mu, aku hanya perlu menunggu malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk memberikan keajaiban supaya kau dapat memalingkan punggung mu dan menatapkan mata indah mu tepat di mata ku. Disaat itulah, aku akan percaya bahwa keajaiban juga ada untuk ku.  

Sabtu, 06 Juli 2013

Selamat Malam

Aku masih sibuk mendeskripsikan tentang mu diatas kertas kosong, sementara kamu sudah mulai berlalu dan menyisakan punggung yang tak dapat aku gapai. Sesederhana ini aku menyukai mu, dan sesederhana ini aku menuliskan tentang mu.

6 Juli 2013

Minggu, 17 Maret 2013

Kekasih Masa Lalu


Sajak demi sajak terlalu sulit untuk dijabarkan, kali ini aku malah terbawa ke suasana yang aku sendiri tak mengerti ini apa sebenarnya. Aku berusaha mencari dan mencari dalam tanda Tanya besar yang selalu muncul dipenghujungnya. Tapi yang aku temukan malah kebisuan dalam kegelapan yang membuatku menjadi takut.
Di Dermaga ini kami bertemu tuk kembali berpisah.
Dan disini pula, aku kembali menyerah pada kenyataan yang ada, pada pilihan yang baru saja aku buat.
# # #

“Aku ingin mati saja” teriak ku di subuh yang masih gelap dan udara dingin masih menyelimuti. Aku sudah menyerah untuk bertahan. Separuh nyawa ku kini sudah pergi. Aku sudah seperti mayat hidup yang hanya bisa bernafas. Disini, di Dermaga ini aku mengantarkannya untuk pergi bertugas sebagai Nahkoda Kapal. Namun sayang, kapalnya mengalami kecelakan hingga membuatnya hampir mati. Aku sudah merasa bahagia saat mengetahui bahwa ternyata dia selamat. Tapi kenyataannya dia mengalami amnesia, hingga tak ingat siapapun termasuk aku. Ini membuatku kehilangan harapan sama sekali, kenangan saat masih bersama-sama selama 4 tahun rasanya semua hilang. Dan ini sama menyakitkannya jika mengetahui bahwa dia meninggal. Aku sudah berusaha sedikit demi sedikit untuk mengingatkannya tentang hubungan kita, tapi semuanya gagal. Dia tiba-tiba jatuh cinta kepada pasien di rumah sakit yang sama ketika dia dirawat. Lalu bagaimana dengan aku? ini sudah setahun setelah kejadian itu, dan tepat dihari ini dia akan menikah dengan wanita yang sekarang ia cintai.
“Ini tak adil buatku” tangisku kembali pecah. Aku sudah tak mampu untuk menahan semua rasa yang bergejolak didalam hati ku. Rasanya hancur, rasanya aku lebih baik mati saja. Bahkan setelah setahun pun dia masih tak bisa mengingat nama ku. Air mata ku sudah tak bisa berhenti, hingga membuat penglihatan ku menjadi kabur. Tanpa sadar kaki ku berjalan perlahan tanpa aku perintah lagi, tiba-tiba aku tersandung oleh kaki ku sendiri hingga membuatku jatuh ke laut. Bodohnya lagi, aku tak bisa berenang.
# # #
“Mbak? Mbak? Mbak? Kamu baik-baik saja?” suara panik itu mulai terdengar ditelinga ku, awalnya gelap dan aku tak bisa melihat apapun. Lalu ku paksa mataku untuk terbuka.
“Uhuk uhuk” aku mengeluarkan air yang rasanya asin dari dalam mulutku “Sial, asin sekali” kataku sambil mengeryitkan muka “Aku mau air, aku mau air mineral” kata ku menyeruh orang yang menyelamatkan nyawaku sebenarnya.
“Ini mbak airnya” dia memberikan air mineral itu kepada ku, aku bahkan belum melihat wajah orang yang telah menyelamatkan ku. Aku masih sibuk dengan menyalahkan diriku sendiri yang begitu bodoh bisa tersandung oleh kaki ku sendiri.
“Harusnya aku tak mati seperti ini. Ini konyol!! Sumpah ini sangat konyol!! Sungguh aku tak berniat bunuh diri dengan menenggelamkan diri di laut. Ini diluar rencana ku” aku menggerutu habis-habisan menyalahkan diri ku sendiri. Dan lelaki yang menyelamatkan ku tiba-tiba berlalu begitu saja. “Hey!! Anda yang berbaju putih” teriak ku kepadanya.
“Apalagi? Aku rasa kamu sudah baik-baik saja” katanya sambil berteriak
“Aku kan belum mengucapkan terima kasih” aku tak terima dia meninggalkan ku tanpa membawa ku klinik atau apalah itu namanya.
“Sudah lupakan saja”
# # #

Aku masih saja tak terima dengan kejadian barusan. Aku terus saja menggerutu mengingat kebodohan ku. Iya memang benar aku ingin mati, memang benar aku ingin bunuh diri. Tapi tidak dengan cara seperti ini, cara ini terlalu banyak merepotkan orang. Aku hanya ingin mati dengan meninggalkan sepucuk surat untuk Ayah dan Ibu lalu aku meneguk obat diet begitu banyak. Hingga orang-orang akan menganggap ku mati karna Over Dosis obat diet. Ini jauh lebih terlihat keren daripada orang-orang tahu aku mati karna menjatuhkan diri ke laut.
Aku memutuskan untuk segera pergi dari tempat yang penuh kenangan itu dan menuju tempat pernikahannya. Aku harus memastikan pernikahannya berjalan dengan lancar walaupun itu sebenarnya munafik. Setidaknya aku ingin melihat diriku sendiri apakah mampu membuat pernikahannya menjadi kacau.
Hari ini dia terlihat begitu tampan mengenakan busana pengantin berwarna putih tulang, dan wanita yang sekarang ia cintai begitu serasi berada disampingnya. Harusnya aku yang berada di posisi itu, harusnya itu aku bukan wanita itu. Berulang kali kalimat-kalimat itu yang muncul dipikiran ku. Tangis ku kembali hampir pecah saat menyaksikan ijab qobul yang begitu sacral. Namun kali ini harus ku tahan, aku tak mau orang-orang melihat ku dengan pandangan sinis karna tangis ku. Ibunya sedari tadi memegang erat tangan ku, aku tahu beliau berusaha menguatkan hati ku untuk menerima ini semua. Tante bilang ini bukan mau ku, dia ataupun kami, ini jalan Tuhan dan tak ada seorang pun yang mampu melawannya. Tante benar, jalan Tuhan memang slalu penuh kejutan hingga tak seorangpun yang sanggup menduga.
Ku beranikan diri ku untuk memberikan ucapan selamat kepada mereka yang sekarang sudang resmi menjadi sepasang suami dan istri. Kaki ku gemetar dengan kencang, keringat dingin menetes dari kening ku, aku seperti orang yang seminggu tak makan lalu menjadi lemas. Rasa-rasanya aku mau pingsan dihadapannya saja. Namun niatan itu buru-buru aku tepis, aku tak punya keberanian rasanya membuat pernikahan ini menjadi kacau. Dan pada akhirnya aku berhasil melewati hal terberat dalam hidup ku yaitu memberikan ucapan selamat kepada mereka, walaupun di detik itu dia masih saja tak hafal nama ku dan bertanya kepada istrinya “Apakah dia teman mu sayang?”.


Jumat, 15 Maret 2013

Harapan


Katanya hanya perlu melihat sesuatu dari segala sudut yang berbeda untuk menemukan jawaban. Tetapi bersiaplah untuk kecewa sebab jawaban sejatinya tak dapat ditemukan. Jika terus menerus mencari hanya akan mendapatkan jawaban yang berupa tanda tanya. Tapi jangan terlalu bersedih hati, tak perlulah mencari semua jawaban atas pertanyaan yang sudah dilontarkan. Karna semuanya masih abu-abu, belum bisa ditafsirkan jika belum mendapatkan tanda-tanda.

Katanya, hari ini langit mendung, tak perlu orang-orang kaget ataupun merasa cemas mengenai langit belakangan ini. Ini bukan tentang pertanda kiamat yang sekarang sedang asyik menjadi buah bibir. Ini hanya tentang musim penghujan yang memang datang menghampiri Indonesia. Jadi orang-orang mulai terbiasa jika hujan tiba-tiba muncul, ketika langit tiba-tiba berubah menjadi gelap, ketika angin begitu menjadi tak bersahabat, dan ketika orang-orang enggan untuk keluar dari tempat amannya. Tapi lain halnya aku, aku disini masih menunggu hujan mengantarkan ku pulang ke singgahsana ku yang nyaman. Namun hujan sepertinya sedikit ngambek kepada awan (mungkin). Karna setelah seharian aku menunggunya untuk menari bersama-sama, tak kunjung datang lagi.
Aku masih setia menunggu, berharap hujan datang lagi ditempat sekering ini. Setelah sekian lama yang mampu ku ingat, rasanya aku sudah tak pernah menari tarian hujan. Ibu berkata kepada ku teruslah berdoa kepada Tuhan dan alam semesta ini supaya memberikan air-air yang berharga itu. Ayah bahkan hanya menggelengkan kepalanya jika melihatku duduk bersimpuh di depan jendela berharap hujan turun hari ini. Kami tak kekurangan air, kami masih bisa mandi, minum, mencuci dan menggunakan air sewajarnya. Tapi kami tak bisa melihat hujan datang, sebab kami membeli semua persediaan air yang ada di rumah.
- - -
“Apa yang sedang kamu lakukan disini?” Tanya seseorang kepada ku dengan tatapan sinis, aku melihat ada tanda Tanya besar di atas kepalanya.
“Saya? Siapa? Apa yang kamu maksud itu saya?” aku kaget melihat ada orang yang menegur ku setelah sudah hampir berbulan-bulan aku melakukan hal yang sama seperti ini, namun tak pernah ada yang perduli.
“Iya, aku sedang berbicara kepada mu. Apa yang kamu lakukan di kaki gunung saat senja seperti ini?” Dia terlihat seperti penasaran dengan apa yang aku lakukan.
“Saya hanya sedang berdoa untuk Alam Semesta, sepertinya kamu adalah seorang pendaki?” lalu aku pun tersenyum melihat ekspresinya yang kaget mendengar perkataan ku “Saya bukan sedang menyembah Gunung ataupun melakukan hal-hal musyrik yang anda persepsikan dikepala anda. Alhamdulillah saya masih mempercayai adanya Allah. Saya sedang berdoa supaya hujan turun disini, sudah lama sekali hujan tak turun disini dan kami ingin menikmati air tanpa harus membelinya. Saya terus berdoa kepada Allah dan alam semesta supaya hujan segera datang, makanya setiap sore saya duduk di kaki gunung sambil berdoa dan berdzikir atas nama Allah sampai senja selesai saya nikmati dan adzan magrib pun berkumandang. Itu saja.”
“Ini aneh, kenapa kamu harus berdoa dibawah kaki Gunung ini?” dia sepertinya tak puas mendengar jawabanku.
“Kamu adalah orang pertama yang bertanya apa yang saya lakukan disini. Puluhan bahkan ratusan pendaki setiap senja saya jumpai melintas di depan saya, namun tak pernah ada yang bertanya selain menyapa dengan senyuman. Ibu saya berkata berdoalah kepada Allah sebagai ucapan terimakasih dan rasa syukur karna masih diberi nyawa hari ini, berdoalah untuk Alam Semesta yang begitu indah dan menakjubkan ini hasil Maha Karya Allah yang begitu sempurna yang memberikan setiap kebutuhan manusia agar terpenuhi, berdoalah untuk mbah buyut dan garis keturunannya sebagai bentuk ucapaan terima kasih, berdoalah untuk siapapun yang telah diciptakan Allah”
“Lalu apa hubungannya dengan hujan?” Tanya lelaki itu dengan semangat
“Saya baru beberapa bulan pindah kesini dan saya mendapati hujan tak kunjung datang sepertinya. Saya rindu menari tarian hujan dengan gemercik suaranya, maka ibu berkata kepada saya berdoalah supaya hujan menurunkan air-air yang sangat berharga.  Suatu sore saya berjalan dibawah kaki gunung ini untuk melihat senja, tiba-tiba saya mendengar suara gemercik air hujan dan hawa dingin menusuk kulit. Saya mengira hujan datang, namun saya mendapati ternyata tak setetes pun ada air yang jatuh. Sudahkah kamu mengerti?”
“Sungguh aku sama sekali tak mengerti maksud mu” katanya dengan penuh harapan supaya aku bisa menjelaskannya lagi, namun suara adzan magrib sudah berkumandang.
“Saya harus segera pulang, adzan sudah memanggil saya. Assalamualaikum” aku pun meninggalkan pendaki itu menuju rumah dengan tanda Tanya besar masih ada dikepalanya
- - -
 “Ibu, saya pergi dulu” kataku saat berpamitan kepada Ibu
“Kamu mau ke kaki Gunung lagi? Sudahlah nak, ini sudah lebih dari setahun. Kamu sudah melakukan hal rutin ini setiap hari. Apa yang kamu cari?” pertanyaan Ibu membuatku kaget, sebelumnya Ibu tak pernah bertanya mengenai ini. Mungkin ibu sudah mulai terpengaruh oleh tetangga yang mengatakan aku ‘gila’.
“Ibu mengajarkan saya untuk berdoa setiap hari, lalu bagaimana bisa saya berhenti untuk tidak kesana Bu? Hanya disana saya benar-benar merasakan Allah menjawab doa-doa saya lewat Alam supaya saya bisa merasakan hujan datang”
“Astagfirullah nak, ada apa dengan hujan? Daerah ini memang sudah ditakdirkan oleh Allah sebagai daerah yang kering hingga hujan disini datang tak sebanyak di daerah lain. Kamu pasti paham itu kan? Kamu bukan anak kecil yang harus ibu beritahu dulu”
“Belasan tahun Bu saya lahir dan dibesarkan ditempat dimana hujan datang setiap hari dengan dingin yang sudah seperti penghangat bagi saya. Lalu tiba-tiba kita pindah kesini, saya tak pernah menyalahkan takdir Allah yang membawa kita kesini. Tapi saya berharap Ibu tak menjadi seperti orang asing yang ikut mengamini bahwa saya gila. Saya hanya butuh Ibu mengerti bahwa saya merasa nyaman dibawah kaki Gunung itu, Ibu paham kan perasaan saya yang masih butuh waktu untuk terbiasa dengan kondisi disini. Mengertilah saya Bu” mendengar semua perkataan ku Ibu pun meneteskan air matanya dan aku pun langsung memeluknya.
“Maafkan Ibu nak, ini semua salah Ibu. Harusnya Ibu tak memaksa mu untuk ikut pindah kesini, ini semua salah ibu nak. Ibu yang salah. Ibu yang tak sanggup mendengarkan para tetangga mengatakan mu gila. Ibu nak yang salah, ibu” ibu pun menangis sejadi-jadinya dipelukan ku.
“Tak ada yang salah dan tak ada yang benar Bu. Mereka berhak mengatakan saya ini gila. Dan ibu juga tak berhak menyalahkan diri Ibu. Dan saya juga tak berhak marah atas takdir Allah. Karena semua ini memang tidak untuk dijawab, Bu” aku berusaha menenangkan Ibu, agar tangisnya yang pecah bisa segera berhenti dan rasa bersalahnya bisa segera hilang.

-SELESAI-

Rabu, 20 Februari 2013

Tak perlu judul

Secangkir kopi siang ini membawa ke suasana yang berbeda lagi.
Kosong seharusnya, tapi ini bukannya kosong karna siang terlihat sepi di mata.
Suasana yang harusnya ramai oleh hiruk-pikuk tiba-tiba terbawa oleh perasaan yang menjadi tak biasa.
Aku terlalu sulit untuk mendeskripsikan siang ini.
Hawa panas dan gerah harusnya masih sama.
Hawa dingin harusnya tak ada, namun siang ini menjadi begitu dingin.
Dinginnya merasuk ke dalam hati bersamaan dengan suhu dingin yang ikut-ikutan bermain bersama ku.
Katakan saja bahwa siang ini terlalu serius untuk dipermainkan.

6 februari 2013

Minggu, 17 Februari 2013

Bunga Tidur

Hai...
Hari ini hujan turun dengan derasnya, menyapu rindu ku.
Cerita ku tentang malam kemarin, bunga tidur ku terlalu indah dan tersusun dengan rapi.
Wajah kalian begitu jelas dalam mimpi ku.
Aku bahkan mengingat semua potongan-potongan mimpi itu.
Mungkin ini kerinduan sesaat ku? Atau mungkin ini hanya sekedar bunga tidur yang kebetulan ada kalian di dalamnya.
Sapaan ku dalam mimpi itu masih sama kepada kalian.
Aku bahkan masih ingat panggilan kesayangan ku untuk kalian.
Mungkin hujan hari ini menyapu rindu ku tentang kalian.
Tentang kita yang terpisah jarak, tentang intensitas pertemuan waktu kita, tentang semua kenangan indah yang kita buat bersama.
Rindu ku masih sama kepada kalian.
Rindu ku rindu persahabatan kita.
Saat jarak sudah tak terpisah lagi, bahkan saat waktu bisa jadi mudah untuk kita.
Di saat itu lah, kita akan berbagi cerita kita dan mengenang lagi cerita saat bersama.





-17 februari 2013-
Saat rindu membungkam gengsi ku untuk bercerita kepada kalian

Kamu?

Kamu apa kabar?
Hujan berkata kepada ku kalau kamu baik-baik saja sekarang.
Kamu gak tanya kabar ku?
Hujan bilang aku bodoh bahkan sangat bodoh. Namun aku tak menghiraukan perkataannya.
Kamu bahagia kan sekarang?
Hujan memarahi ku, katanya sudahi saja pengharapan yang sia-sia ini.
Kamu gak rindu sama aku?
Hujan menangisi ku, aku bahkan tak tau kenapa ia harus menangisi ku. Aku rindu, bahkan teramat rindu kepada mu.
Kamu bisa gak pergi aja dari pikiran ku?
Kali ini bukan hujan yang menangis, dia juga tak memarahi ku lagi. Tapi kali ini aku lah yang menangis, air mata ku aku biarkan terjun bebas tanpa perlu aku seka dengan sapu tangan maupun dengan tangan ku. Hujan melihati ku dengan sesakma, dia memeluk ku. Aku biarkan air mata ku mengalir bersama hujan yang datang. Kami menari dibawah petir dan kilat yang datang silih berganti. Lalu saat air tak turun lagi dari atas sana, aku pun berlari menuju ujung pelangi. Dan selamat, yang aku temukan keindahan.

17 februari 2013

Sabtu, 16 Februari 2013

Apasaja

Semesta berkonspirasi membuyarkan semuanya. Ketakutan, kekhawatiran, kegelisahan semuanya bercampur menjadi satu kali ini.
Tapi Tuhan lagi-lagi menyelamatkan ku.
Hingga yang tersisa hanya deg-degan sebab jantung yang berdetak tak wajar karna ini.
Jangan anggap aku pemberani ataupun penakut. Aku hanya manusia biasa yang punya segala rasa yang bergejolak apabila menjadi satu.

16 februari 2013
Setelah kejadian yang mencekam karna luka kembali teringat

Minggu, 03 Februari 2013

Tawaran

Aku tawarkan kau minuman yang berasa pahit namun menghangatkan.
Aku tawarkan kau minuman yang rasanya manis namun begitu dingin.
Aku tawarkan kau untuk mabuk saja malam ini lalu tidur mu akan pulas dan mungkin kepala mu akan terasa berat sesaat esok pagi.
Kau tertawa dan menggelengkan kepala.
Aku tawarkan kau satu batang rokok tapi kau langsung berkata tidak.
Aku tawarkan kau untuk pulang saja lalu kau tarik selimut mu dan matikan lampu.
Kau tertawa kencang sampai mengeluarkan air mata.
Aku kehabisan sesuatu yang bisa aku tawarkan pada mu.
Kau pun tak berusaha meminta sesuatu dari ku, namun kau berjalan ke arah ku dan mengambil segelas air putih yang sedang aku pegang. Lalu kau meneguknya sampai habis dan memilih tak mengeluarkan suara sampai aku melihat mu tertidur di kursi dengan muka tanpa ekspresi.

03 Februari 2013
Saat aroma tanah masih tersisa karna hujan tadi sore

Senin, 14 Januari 2013

Masih Misteri

Ini kebetulan atau takdir?

Kebetulan aku tiba-tiba jatuh hati kepada mu.
Kebetulan aku sering bertemu diri mu.
Kebetulan aku tak lagi bisa mengontrol hati ku.
Kebetulan hati ku yang memilih mu tanpa alasan dan tak perlu sebab.

Kebetulan atau kah takdir? Mereka sama-sama berjalan kearah ku. Mungkin beriringan tapi bisa jadi bersenggolan. Kini yang pasti hati sudah tak bisa diajak berkompromi untuk setidaknya berpura-pura atau bahkan hilang ingatan.

Ku tutup mata ku, lalu aku mendengar kata : hentikan!!
Ketika ku buka mata ku, aku melihat orang berkata dari bibirnya : kemarilah!!
Lalu saat ku tutup mata dan telinga ku, aku malah mendengar kata : menghilanglah!!

Menghilang? Apa perlu aku hapus saja? Aku masih menyimpan persediaan stip begitu banyak, dan aku rasa itu lebih dari cukup. Aku rasa tatapan sinis mu saja sudah bisa mengikis aku sedikit-demi sedikit. Aku menghilang bukan berarti hilang!! Aku begitu berantakkan dan sedang mencoba mengumpulkan kembali nyawa ku yang terbang bersama jiwa-jiwa yang kesepian.
Rindu ku berbalut luka yang aku gores sendiri. Aku lebih memilih garam untuk menyembuhkan ku bukannya betadine ataupun alkohol. Aku ingin luka ku sembuh sesegera mungkin agar aku sanggup tuk melihat mu lagi.

-yogyakarta-
Saat mata tak ingin berdamai dengan otak, 18 januari 2013