Senin, 14 Desember 2015

Waktu Aku ...... (merindu)

Aku masih menerka.
Masih sibuk merasakan sisa-sisa kenangan masa lalu yang mulai pudar dalam ingatan.
Rasanya baru, iya baru kemarin rasanya.
Aku berusaha menyusun kembali ingatan itu.
Dalam sisa-sisa memori ku, rasanya semua sama seperti waktu itu.
Kadang kala aku berharap waktu kan berputar lebih lama.
Lebih lama dari sewajarnya dan lebih lama dari yang ku mau.
Dalam ingatan yang semakin memudar karna usia, pasti kan terselip memori-memori yang akan sulit dilupakan dan akan berusaha kembali mengingat semuanya hingga akhir.

Kamis, 24 September 2015

Punggung Mu, Masih Sulit Untuk Ku Gapai.

Aku begitu lama duduk di belakang mu, memandangi punggung mu dari kejauhan digelapnya malam.
Tanpa kata, tanpa kalimat, tanpa bercanda ataupun sedikit basa-basi, subuh itu masih sama seperti dulu, Garing.
Kita tak sempat berbincang-bincang untuk membicarakan tim sepak bola yang sama-sama sedang kita dukung.
Kita hanya sibuk berkomunikasi lewat teriakan kecewa karna pemain klub favorite kita lagi-lagi gagal mencetak gol.
Hingga pada akhirnya mataku aku biarkan terlelap tanpa sadar.
Dan kau lagi-lagi berlalu meninggalkan ku dikegelapan tanpa sepatah kata pun, walaupun sekedar ucapan kata Selamat Tidur.

Hari ini masih sama, sama-sama bodoh berharap kita bisa berbincang-bincang layaknya teman akrab kepada mu.
Mulut ku kaku, kata-kata ku habis, tak sepatah kata pun bisa aku keluarkan jika sedang di depan mu.
Beginilah aku! Aku sudah terlanjur begini.

Januari 2013
-Saat pagi tiba-tiba terasa begitu cepat-

Minggu, 30 Agustus 2015

Puisi "Nasi" oleh Chun Yang Hee


Pada mu yang selalu makan banyak nasi karena kesepian.

Pada mu yang banyak tidur karena bosan.

Pada mu yang banyak menangis karena sedih.

Aku menulisnya.

Kunyah perasaan mu saat terpojok seolah kau mengunyah nasi.

Lagi pula, hidup adalah sesuatu yang perlu kau cerna.


-Chun Yang Hee-

Selamat Jalan

Kalau ini adalah sepucuk surat terakhir.
Maka akan ku tuliskan dengan beribu perasaan indah ketika menulisnya.
Kalau ini adalah penghormatan terakhir.
Maka akan ku tuliskan hal-hal indah yang membuat ku melupakan dinginnya air mata yang pernah jatuh.

Kalau ini adalah pelipur lara, pengobat rindu, dan rasa ikhlas.
Maka akan ku tuliskan ucapan “Selamat Jalan” yang paling berarti.
Bukan untuk melupakan, tapi untuk selalu mengingatnya di dalam hati.

Kalau ini adalah cara ku untuk tak menangisinya lagi.
Maka akan ku buat air mata ku berhenti mengalir, agar dirinya bisa bahagia disana.
Kalau ini adalah kehilangan.
Maka akan selalu ku percaya bahwa selalu ada rencana Indah Tuhan.

Teruntuk kami yang sedikit berkecil hati karna Tuhan lebih menyayangi dia untuk menjaganya lebih baik dari pada kami.
Maka kami harus berlapang dada, berbesar hati, dan mengikhlaskan.
Ketika kami bersedih begitu dalam, kami percaya bahwa dia sudah bahagia bersama Tuhan.

Tunggulah kami dari sana, lihatlah kami dari sana bahwa kami disini akan baik-baik saja, percayalah kami bahwa akan selalu ada tempat spesial untuk mu di hati kami.

Selamat Jalan, seseorang yang sudah seperti ayah bagi kami, paman bagi kami, sahabat bagi kami, penghibur bagi kami, pembuat senyum dan canda tawa bagi keluarga kami.


Dengan Setulus Hati,



Yogyakarta, 7 Mei 2015.


P.S. Teruntuk Paman Kami Alm. Syamsyudin Bin Sukardi Joyo

Sabtu, 15 Agustus 2015

Zona "SALAH PAHAM"

“Jadi ikutan gak dek?”
Sebuah pesan singkat yang baru saja masuk. Di layar kaca handphone ku tertulis dengan jelas nama pengirim pesan singkat tersebut. “–Abang-“ Namanya tertulis dengan special bukan di handphone ku?
Aku gak bisa pergi nih kayaknya, kamu aja sama anak-anak. Mama minta temenin pergi ke dokter”
 Balasan sms ku sudah sangat terlihat jelas. Hari ini ada pertandingan penting sekolah kami. Pertandingan final basket antara sekolah ku dengan musuh abadi kami yaitu SMA BRITO’S. Pertandingan yang sudah sangat-sangat aku nantikan, namun sayang aku lebih memilih permintaan mama untuk menemaninya pergi ke dokter. Pilihan yang teramat sulit, tapi aku lebih mengenyampingkan ego ku dan kepentingan ku demi mama.
“Yaudah, salam buat mama dek. Semoga cepat sembuh ya”
∞ ∞ ∞
“Hiyaaaa Denayuuuuuu” teriakan lengkingan yang muncul dari salah satu koridor sekolah. Suara cemprengnya sudah membuat ku paham betul siapa yang berani meneriakiku seperti itu di koridor yang sangat ramai saat jam istirahat. Saking malunya aku oleh tingkah-lakunya, aku berjalan lebih cepat, menjauh dari kerumunan anak-anak yang sudah mulai melirik kiri dan kanan. Kaki pendek dan tubuh mungilnya ternyata bisa mengelabui ku, dari arah belakang dia meloncat dan memberikan ku hantaman kuat agar bisa menjatuhkan tubuh tinggi ku.
“Apaan sih, sakit tau! Mulai deh reseknya!” Jerit ku kesakitan.
“Kamu tuh kemarin kemana? Ditanyain anak-anak tuh kenapa semalem gak datang, padahal kita MENAAANG NYET MENAAANG!”
“Iya, aku udah tau. Seisi sekolah juga udah pada ngomongin” obrolan kami seputar sejarah baru yang berhasil dipecahkan sekolah kami, memenangkan perlombaan basket terbesar se-provinsi membuat tim basket tengah dieluh-eluhkan seisi sekolah.
“Oh iya kamu dicariin Bagas tuh, katanya dia gak ngeliat kamu ke kantin”
“Lagi males kantin, rame banget. Aku balikin buku ke perpus tadi disuruh Pak Charlie. Eh Nar nanti malem jalan aja yuk, mumpung gak ada jadwal les nih kita. Tapi kamu ya yang ngajakin anak-anak”
“Lha? Kok aku? Suruh Bagas aja sih?”
“Males ah nyuruh dia” jawab ku ketus. Lirikan tajam dan alis tebal Narvia langsung mengkerut serius begitu melihat reaksi ku ketika dia menyebut kata Bagas.
“Kenapa? Lagi berantem?” dan pertanyaan-pertanyaan lainnya pun langsung menyusul tanpa henti dan tanpa sempat aku jawab. 
  ∞ ∞ ∞
“Bang, Narvia sama anak-anak udah di Café Kick. Aku rada telat nih, kamu duluan aja. Gak usah jemput aku”
“Iya dek. Kamu hati-hati ya dijalan”
Percakapan yang sudah tak asing lagi, entah itu lewat pesan singkat sms ataupun saat berhadapan langsung. “Abang-Adek”. Entah bagaimana ini dimulai dan bisa terbentuk. Aku pun tak tau sejak kapan hal ini semacam jadi kewajiban satu dan lainnya antara kami untuk menggunakan kata tersebut. Anak-anak lainnya semacam paham dan mulai memaklumi tingkah kami. Kata mereka itu aneh? Jelas ini aneh. Coba tanya hubungan apa yang terjadi antara kami berdua? Tak ada rasanya. Aku hanya seorang gadis yang berobsesi memiliki saudara karna aku anak tunggal, dan sangat sangat berhadap memiliki saudara laki-laki. Hanya itu. Hubungan yang dilandasi kami berteman dekat dan akrab, tapi kami membatasinya hanya dalam lingkup kami hanya sebatas layaknya saudara kandung, iya seorang kakak dan seorang adik. Itu saja. Mereka bilang itu hubungan yang terlalu naif antara seorang pria dan wanita. Lalu apa salahnya? Mereka mulai menjelaskan ini dan itu, mencoba membuka mata dan pikiran ku. Tak lebih cukup rasanya bisa memanggil dia dengan sebut “Abang” layaknya seorang adik perempuan, seperti yang lainnya yang benar-benar bisa memiliki saudara.
Berkali-kali bahkan Narvia selalu menjelaskan kepada ku kalau hubungan kami bisa saja disalah artikan orang lain. Aku selalu membela diri ku, aku katakan aku nyaman seperti ini. Cukup begini saja rasanya semua obsesi ku terpenuhi. Bisa memiliki seorang Kakak Laki-laki yang siap menjaga dan melindungi adik perempuannya, yang selalu ada 24 jam kapan pun dibutuhkan, yang menjadi pendengar paling setia, yang selalu berkata “apapun yang terjadi berlindunglah dibalik punggung ku”, yang tak ingin ada air mata menetes dari mata indah adik perempuannya. Aku hanya gadis kecil yang selalu berharap impian-impian dan obsesi ku bisa terwujud.
Bagas. Aku menemukan sosok Kakak yang aku impikan ada padanya. Komplite. Sempurna. Semua yang aku bayangkan ada pada dirinya. Paket sempurna yang dikirim Tuhan untuk ku. Dia memperlakukan ku spesial, menjaga ku dengan sangat baik bahkan dari bullyan anak-anak yang walau hanya bercanda, dia membuat ku seperti gadis kecil yang selalu membutuhkan perlindungan, dia tahu bagaimana membuat ku merasa tenang ketika aku dalam masalah besar, dia tahu bagaimana membagi rasa sakit ku untuk dirinya juga supaya beban ku berkurang, dan hanya dia yang bisa lakukan itu semua. Tapi tenang, aku bukan satu-satunya yang sangat sangat spesial di hidupnya, seorang wanita berparas cantik dan anggun telah membuatnya jatuh kedalam cinta yang begitu teramat. Rasa sayang yang dimilikinya mungkin bisa ia bagi kepada ku, tapi rasa cinta yang dimilikinya hanya untuk wanita itu. Iya hanya untuk wanita itu, berkali-kali mungkin aku pernah terabaikan tapi tidak dengan wanita itu. Wanita yang sangat ia cintai, aku paham betul, dan aku paham betul begitu berat pekerjaannya ketika harus “mengurusi” dua wanita sekaligus, berbagi waktu dan perhatiannya kepada dua wanita bukanlah pekerjaan yang mudah. Dia tak pernah lupa untuk mengucapkan “Selamat Pagi” ketika aku baru membuka mata dan melihat handphone ku, dan selalu berujar “Selamat Malam” dipenghujung hari yang telah dilewati.  
Terkadang Narvia pernah begitu kesal dengan tingkah ku, ketika orang-orang mulai menganggap ku sebagai penganggu dihubungan mereka. Dan tak ada yang bisa aku lakukan. Bukankah benar? Memang apa yang bisa aku lakukan? Aku ini siapa? Beraninya marah oleh perkatan orang-orang itu. Bukannya memang seharusnya aku tak boleh marah, wanita itu jelas jelas adalah kekasih hatinya pemilik sebagian kekosongan yang ada pada jiwanya. Lalu jika aku ditanya siapa aku? Mungkin akan ku jawab “Benalu”. Orang lain berhak mengatai aku bodoh, tak punya harga diri tinggi, terlalu gampangan, orang ketiga, perusak hubungan, perempuan tanpa status dan yang paling membuat ku kesal setengah mati ketika orang-orang yang sebenarnya tak mengenal ku itu berkata bahwa aku hanya dipermainkan olehnya..
Terkadang kita tak bisa memilih siapa saja orang-orang yang pantas untuk mendapatkan rasa sayang kita yang tulus. Begitu juga aku, aku tak bisa memilih ketika aku ternyata benar-benar memberikan rasa sayang ku untuk dirinya. Lalu masih salah kah aku? Aku hanya bahagia ada diurutan k-e-s-e-k-i-a-n diprioritasnya, walau terkadang pernah sesekali muncul rasa cemburu. Kenapa bukan aku yang pertama? Kenapa lagi-lagi wanita itu?
»»»»»»»»»
“Yuuuuu Denayuuuuu” samar-samar aku mendengar suara seseorang tengah memanggil-manggil nama ku, dan membuyarkan semua lamunan panjang yang tengah aku nikmati sendiri dipojok kursi favorite ku di Café Kick.
“Haaaahhh?” jawabku gelagapan mencoba mengembalikan seluruh nyawan dan pikiran ku yang melayang-layang agar kembali seuntuhnya kedalam tubuhku “Gimana? Gimana jadinya Mik?” aku langsung berusaha kembali kepercakapan terakhir kami agar tak ada yang menangkap bahwa aku tengah asik dengan lamunan ku sedari tadi.
“Gimana apanya? Gue tanya elo mau pesen minum apa jadinya? Lama banget mikirnya kayak mikirin Negara aja” Protes Miko dan yang lainnya.
“Hehehe sorry sorry, Mocca Float sama beef teriyaki aja deh” jawab ku sambil menghela nafas panjang, entah apa yang tengah menghantui pikiran ku hingga jadi begini belakangan ini. Tiba-tiba terdengar ada suara deringan dari handphone ku.
»»»»»»
“Kamu kenapa dek? Lagi ada masalah? Cerita sama Abang”
  ∞ ∞ ∞





Rabu, 25 Maret 2015

Kita Mulai Tak Kenal Arah

Benarkah kita saling mengenal?
Benarkah kita saling paham hingga ke hal yang tak dapat menganggu perasaan pribadi?
Kita? Aku mulai curiga. Aku mulai berprasangka.
Aku mulai bertanya-tanya apakah kita benar-benar sangat saling mengenal?

Kita mulai tak lagi berjalan beriringan.
Kita sudah mulai melepaskan tangan, lalu berjalan dijalan yang berbeda.
Kita mulai tak sepaham lalu tak sepakat lalu memilih menjauh.
Kita bahkan menjadi asing untuk hal-hal sepele.
Kita tak lagi memprioritaskan kebersamaan.
Kita akhirnya mulai bertanya-tanya.
Apakah kita pada awalnya memang pernah sedekat itu untuk saling memahami?

Kecemasan itu muncul tak kala banyak pertanyaan merasuki alam pikiran.
Masih bolehkah kata “kita” begitu menjadi istimewa?

Rabu, 11 Februari 2015

Surat ke-Sekian

Selamat Malam.
Mungkin ini entah surat yang kesekian kalinya aku tuliskan untuk mu.
Hanya untuk sekedar bertanya bagaimana hari mu? Menyenangkan kah?
Hanya untuk sekedar meluapkan apa yang mungkin tak bisa aku ungkapkan langsung kepada mu
Walaupun surat ini tak kan pernah sampai ditangan mu
Tapi tak apa, cukup bagi ku untuk menyimpan semuanya

Wajah mu terlihat cerah hari ini, aku yakin hal baik tengah mendatangi mu
Aku hanya bisa menerka-nerka, mungkin saja hal ini atau mungkin saja hal itu
Cuma itu yang bisa aku lakukan sampai detik ini
Cukup bagi ku melihat mu bahagia

Tak seperti hari biasanya
Aku sekarang lebih bisa menerima “kenyataan”
Hahaha kenyataan. Akan aku perjelas lagi,IYA KENYATAAN.
Kenyataan bahwa aku hidup di dunia yang tak melulu soal kamu saja.
Dunia yang bukan hanya sebesar kamu dan kamu lagi.

Setidaknya izinkan aku diam-diam mencintai mu
Sampai pada akhirnya aku akan merelakan kamu bahagia dengan wanita pilihan mu
Lalu bagaimana nasib ku selanjutnya?
Tak perlu khawatir, aku bisa mengurus hati ku sendiri
Aku tak kan berani memulai api ini apabila aku tak tau bagaimana cara memadamkannya
Waktu akan menyembuhkan ku dari ingatan tentang kamu.
Dan kamu hanya perlu waktu untuk bisa tahu bagaimana rasanya jadi aku.



Tertanda,



Aku, yang tak pernah kamu kenali.




#30HariMenulisSuratCinta#




Minggu, 08 Februari 2015

Pemilik 4585

Hai,
Selamat Malam kepada pemilik 4585,
Hujan tengah turun terus menerus belakangan ini
Begitu pun ketika aku tengah menulis surat ini

Kepada pria pemilik 4585, dengan jutaan pesona yang membuat aku tersihir,
Setiap kalimat yang aku tulis ingin aku ceritakan tentang mu, seolah aku telah lama mengenal mu
Nyatanya kita bahkan belum pernah berjabat tangan sekedar mengucapkan nama
Lalu, pantaskah aku memproklamirkan bahwa aku telah mengetahui banyak tentang mu?

Lagi-lagi cinta perkara soal tahu diri
Perkara aku yang harusnya lebih berhati-hati dalam menjaga perasaan ku sendiri
Haruskah aku menyangkalnya?

Aku ditahap hanya bisa berujar semoga,
Semoga nanti pada akhirnya kamu akan tahu bahwa ada aku
Ada aku, yang selalu mengamati gerak-gerik mu disudut rahasia ku
Ada aku, yang tak pernah bosan menunggu mu hanya untuk perjumpaan singkat
Ada aku, yang selalu menyebut nama mu disetiap doa hanya sekedar berharap bahwa kamu akan selalu bahagia setiap harinya
Ada aku, yang berharap kelak kamu akan mengetahui keberadaan ku

Maaf karna sudah dengan beraninya jatuh hati kepada mu
Maaf karna sudah diam-diam mendoakan mu
Dan maaf untuk maaf yang tak pernah aku ucapkan langsung kepada mu

Terima kasih telah membuat ku tersipu malu ketika melihat senyuman mu
Terima kasih telah membuat semangat ku berapi-api untuk sekedar melihat wajah mu
Terima kasih karna telah membuat kebahagiaan ku hadir setiap hari, walaupun kita tak pernah saling mengenal
Terima kasih karna itu kamu



Tertanda,



Aku, yang tak pernah kamu kenali.





#30HariMenulisSuratCinta#

Senin, 02 Februari 2015

Sepucuk Surat Manis

Aku kirimkan sepucuk surat manis ini
Didalamnya berisi satu sendok kebahagian
Lalu ku tuangkan dalam cangkir berisi hangatnya cinta
Sayangnya aku selalu melewatkan takaran lainnya
Kopi? Coklat? Serbuk teh? Aku melewatkan pahitnya terabaikan
Kamu merasuki pikiran ku lebih dalam ternyata

Setiap siang rasanya sama, siang itu pun begitu
Aku duduk di tempat paling strategis untuk bisa bertemu dengan mu
Cinta membuat aku terlihat idiot menunggu mu hanya untuk pertemuan singkat yang ku curi dari sisi yang tak pernah terjangkau oleh mu
Itu cukup bagi ku, siang itu rasanya aku lebih cerah ketimbang matahari musim kemarau
Sayup-sayup sesekali pernah aku mendengar suara berat mu
Ketimbang aku berkhayal ini dan itu, lebih dari cukup jika aku pernah mendengar kamu memanggil nama ku

Puisi terbaik dari cinta sebelah pihak adalah doa panjang yang tak kunjung lupa untuk dipanjatkan.
Bagaimana Tuhan membuat aku “jatuh” tepat di kamu?
Disitulah aku tau, kamu bagian dari hal-hal yang pernah membuat aku tersenyum malu sendiri




#30HariMenulisSuratCinta#

Jumat, 23 Januari 2015

Tak ada yang tetap, Begitulah adanya.

Segala sesuatu bisa berubah. 
Tak ada yang tahu kapan perubahan itu terjadi sampai akhirnya salah satu diantaranya mulai menyadari. Seseorang bisa menyangkalnya, tapi yang lainnya seakan bertolak belakang. Kau bisa lihat musim selalu berubah, bahkan sampai pada akhirnya kita terlalu sibuk dan tanpa menyadari musim telah berganti begitu cepat.
Jangan pernah bertanya tentang perubahan? Apalagi menghakimi? 
Seseorang yang terus melakukan perjalanan untuk mencari jati dirinya tak akan pernah konstan, mereka akan selalu berubah berubah dan terus berubah. 
Mereka akan memilih maju selangkah di depan mu, memilih untuk mundur jauh di belakang mu, atau bahkan bisa berbelok kearah lainnya. Mereka tak jahat, mereka tengah mencari kenyaman hati. Mereka tengah berperang dengan diri mereka sendiri untuk mendapatkan hasil akhir dari peperangan melawan diri sendiri. 



-10 Januari 2015-